Selasa, 24 Agustus 2010

Mengimani Adanya Surga dan Neraka


Mengimani Adanya Surga dan Neraka

Mengimani surga dan neraka merupakan bagian dari iman kepada hari akhir. Keduanya benar-benar telah diciptakan dan disiapkan. Harus diyakini bahwa keduanya kekal dengan kehendak Allah yang menetapkan kekekalan keduanya. Keduanya tidak akan musnah, begitu pula para penghuninya.
Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa surga dan neraka benar-benar telah disiapkan seperti dalam firman Allah Ta'ala:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa."(QS. Ali Imran: 133)
Dan dalam firman-Nya:
فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
"Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir." (QS. Al Baqarah: 24)
Al-Qur'an juga telah menjelaskan tentang keabadian surga dan neraka berikut panghuninya. Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya." (QS. Al Bayyinah: 6-8)
Allah berfirman tentang ahli surga,
لَا يَمَسُّهُمْ فِيهَا نَصَبٌ وَمَا هُمْ مِنْهَا بِمُخْرَجِينَ
"Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan daripadanya." (QS. Al Hijr: 48)
لَا يَذُوقُونَ فِيهَا الْمَوْتَ إِلَّا الْمَوْتَةَ الْأُولَى وَوَقَاهُمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ
"Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari adzab neraka." (QS. Al Dukhaan: 56)
Allah berfirman tentang ahli neraka;
وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لَا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا كَذَلِكَ نَجْزِي كُلَّ كَفُورٍ
"Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahanam. Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka adzabnya. Demikianlah kami membalas setiap orang yang sangat kafir." (QS. Faathir: 36)
وَيَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى ، الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى ، ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَى
"Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup." (QS. Al A'laa: 11-13)
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang diriwayatkan Abu Sa'iid al Khudri radliyallah 'anhu, "maut (kematian) didatangkan dalam rupa seekor domba putih yang berbalut warna hitam. (Dalam riwayat Ibnu Umar: diletakkan di antara surga dan neraka). Kemudian ada seseorang yang berseru, "wahai ahli surga!" Maka merekapun mengangkat kepalanya dan memandang. Penyeru tadi berkata: "tahukah kamu apa ini?" mereka menjawab, "Ya tahu, ini kematian." Mereka semua melihatnya.
Kemudian giliran penghuni neraka yang dipanggil, maka mereka mengangkat kepalanya dan melihat penyerunya. Lalu penyeru itu bertanya, "tahukah kamu apa ini?" mereka menjawab, "ya, ini adalah kematian." Mereka semua melihatnya. Kemudian kematian itu disembelih, lalu dia berucap, "wahai ahli surga, keabadian tidak ada kematian lagi. Wahai ahli neraka, keabadian tidak ada kematian lagi."
Kemudian Beliau shallallahu 'alaihi wasallam membaca:
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ
"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, yaitu ketika segala perkara telah diputus dan mereka dalam kelalaian." Mereka dalam kelalaian ketika hidup di dunia. وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ "dan mereka tidak pula beriman." (Muttafaq 'alaih)
Allah telah menjelaskan dalam Hadits Qudsi tentang kenikmatan yang Dia janjikan untuk hamba-hamba-Nya yang shalih di surga kelak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman:
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
"Aku telah sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang shaleh sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas di hati manusia." Kalau kalian mau bacalah,
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Maka seorang pun tak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan," {As-sajdah: 17}. (HR. Muttafaq 'alaih)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menyebutkan sifat ahli surga dan kenikmatan yang Allah sediakan untuk mereka di sana. Abu Hurairah radliyallah 'anhu meriwayatkan dari beliau shallallahu 'alaihi wasallam, "rombongan umatku yang pertama masuk surga laksana bulan purnama. Kemudian rombongan sesudahnya laksana bintang di langit yang paling terang. Dan rombongan sesudah itu bertingkat-tingkat. Mereka tidak berak, tidak kencing, tidak berdahak dan tidak meludah. Sisir mereka dari emas, pedupaan mereka dari kayu gaharu, dan keringat mereka adalah minyak kesturi. Ukuran tubuh mereka sama, setinggi bapak mereka, Nabi Adam 'alaihis salam. (HR. Muslim)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada seseorang yang berseru; "Sesungguhnya kalian menjadi muda lagi dan tidak akan tua selama-lamanya. Kalian akan senang dan tidak sedih selamanya. Maka itulah firman Allah:
وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"Dan diserukan kepada mereka: "Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan"." (QS. Al A'raaf: 43)
Sisir mereka dari emas, pedupaan mereka dari kayu gaharu, dan keringat mereka adalah minyak kesturi.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menerangkan tentang sifat panas neraka dalam sabdanya: "Api kalian hanya sepertujuhpuluh dari api neraka Jahanam." Ada yang bertanya kepada beliau, "wahai Rasulullah, seandainya seperti api dunia itu sudah cukup." Beliau bersabda, "Api neraka lebih panas enam puluh sembilan kali dari api kalian, setiap bagian sama panasnya." (Muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah)
Api kalian hanya sepertujuhpuluh dari api neraka Jahanam."
"Api neraka lebih panas enam puluh sembilan kali dari api kalian, setiap bagian sama panasnya." {al Hadits}

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menjelaskan tentang kedalaman dan panasnya api neraka dalam sabdanya yang diriwayatikan Abu Hurairah, "Kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba terdengar sesuatu yang jatuh. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahukah kalian apa itu?" Abu Hurairah berkata, "kami menjawab, Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Beliau menjawab, "itu adalah sebuah batu yang dilemparkan ke dalam neraka sejak tujuh puluh tahun lalu. Dia terus turun ke neraka, dan sekarang sudah sampai ke dasarnya!!" (HR. Muslim)
(PurWD/voa-islam.com)

Kamis, 19 Agustus 2010

Puasa Tidak Sekedar Menahan Makan dan Minum


penulis Al-Ustadz Saifudin Zuhri Lc.
Syariah Kajian Khusus Ramadhan 14 - September - 2005 04:58:47
Puasa merupakan ibadah yg sangat dicintai Alla
. Hal ini sebagaimana tersebut dlm sebuah hadits dari Abu Hurairah z
bahwa Rasulullah n
bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahala satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah k
berkata: ‘Kecuali puasa mk Aku yg akan membalas orang yg menjalankan krn dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsu dan makan krn Aku’.”
Hadits di atas dgn jelas menunjukkan betapa tinggi nilai puasa. Allah k
akan melipatgandakan pahala bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan dibalas sesuai dgn keinginan-Nya k
. Padahal kita tahu bahwa Allah k
Maha Pemurah mk Dia tentu akan membalas pahala orang yg berpuasa dgn berlipat ganda.
Hikmah dari semua ini adl sebagaimana tersebut dlm hadits bahwa orang yg berpuasa telah meninggalkan keinginan hawa nafsu dan makan krn Allah k
. Tidak nampak dlm dzahir dia sedang melakukan suatu amalan ibadah padahal sesungguh dia sedang menjalankan ibadah yg sangat dicintai Allah k
dgn menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitar ada makanan dan minuman.
Di samping itu dia juga menjaga hawa nafsu dari hal-hal yg bisa membatalkan puasa. Semua itu dilakukan krn mengharapkan keridhaan Allah k
dgn meyakini bahwa Allah k
mengetahui segala gerak-geriknya.
Di antara hikmah juga yaitu krn orang yg berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dlm amalannya. Yaitu sabar dlm taat kepada Allah k
dalam menjauhi larangan dan di dlm menghadapi ketentuan taqdir-Nya k
. Allah k
berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguh akan dipenuhi bagi orang2 yg sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.”
Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan minum dan hal-hal lain yg membatalkan puasa. Orang yg berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota badan lain dari segala yg diharamkan oleh Allah k
namun bukan berarti ketika tdk sedang berpuasa boleh melakukan hal-hal yg diharamkan tersebut.
Maksud adl bahwa perbuatan maksiat itu lbh berat ancaman bila dilakukan pada bulan yg mulia ini dan ketika menjalankan ibadah yg sangat dicintai Allah k
. Bisa jadi seseorang yg berpuasa itu tdk mendapatkan faidah apa-apa dari puasa kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.
Untuk itu ada beberapa hal yg perlu diperhatikan oleh orang yg berpuasa agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yg telah Allah k
janjikan. Di antaranya:
1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasa di atas iman kepada Allah k
dalam rangka mengharapkan ridha-Nya bukan krn ingin dipuji atau sekedar ikut-ikutan keluarga atau masyarakat yg sedang berpuasa. Rasulullah n
bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yg berpuasa Ramadhan krn iman dan mengharap pahala dari Allah k
akan diampuni dosa-dosa yg telah lalu.”
2. Menjaga anggota badan dari hal-hal yg diharamkan Allah k
seperti menjaga lisan dari dusta ghibah dan lain-lain. Begitu pula menjaga mata dari melihat orang lain yg bukan mahram baik secara langsung atau tdk langsung seperti melalui gambar-gambar atau film-film dan sebagainya. Juga menjaga telinga tangan kaki dan anggota badan lain dari bermaksiat kepada Allah k
.
Rasulullah n
bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yg tdk meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan mk Allah k
tak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.”
Maka semesti orang yg berpuasa tdk mendatangi pasar supermarket mal atau tempat-tempat keramaian lain kecuali ada kebutuhan yg mendesak. Karena biasa tempat-tempat tersebut bisa menyeret utk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yg diharamkan Allah k
. Begitu pula menjauhi televisi krn tdk bisa dipungkiri lagi bahwa efek negatif sangat besar baik bagi orang yg berpuasa maupun yg tdk berpuasa.
3. Bersabar utk menahan diri dan tdk membalas kejelekan yg ditujukan kepadanya.
Rasulullah n
bersabda dlm hadits Abu Hurairah z
:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa adl tameng mk apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dgn mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti mk katakanlah saya sedang berpuasa.”
Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajib menjaga lisan. Apabila seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan mk tentu dia akan terjauh dari memulai menghina dan melakukan kejelekan yg lainnya.
Sesungguh puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim utk berakhlak mulia serta melatih diri menjadi sosok yg terbiasa menjalankan ketaatan kepada Allah k
. Namun mendapatkan hasil yg demikian tdk akan didapat kecuali dgn menjaga puasa dari beberapa hal yg tersebut di atas.
Puasa itu ibarat sebuah baju. Bila orang yg memakai baju itu menjaga dari kotoran atau sesuatu yg merusak tentu baju tersebut akan menutupi aurat menjaga dari terik matahari dan udara yg dingin serta memperindah penampilannya. Demikian pula puasa orang yg mengamalkan tdk akan mendapatkan buah serta faidah kecuali dgn menjaga diri dari hal-hal yg bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan pahalanya.
Wallahu a’lam bish-shawab. 
Sumber:
Ceramah dan ta jawab Masyayikh Salafiyyin
Sumber: www.asysyariah.com

Kamis, 05 Agustus 2010

Carilah Ilmu Jangan Pelihara Kebodohan!


Carilah Ilmu Jangan Pelihara Kebodohan!
TAK ADA manusia normal yang mau bodoh. Coba deh kamu tanya diri sendiri, mau gak jadi orang bodoh? Asli, gak asyik banget jadi orang bodoh itu. Islam sendiri sangat memerangi kebodohan apa pun itu bentuknya. Tak heran bila banyak ayat dan hadits yang mendorong memerangi kebodohan dengan cara menuntut ilmu. Mulai dari anjuran Rasul tercinta untuk menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang kubur, sampai ayat Qur’an yang menyatakan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat.

Islam sendiri adalah sebuah jalan hidup yang mengajak pemeluknya untuk menjadi cerdas dan pintar. Tersebutlah kisah hikmah seorang Nabi bernama Musa yang mencari Tuhannya pada sosok bulan, bintang dan matahari. Tapi karena semua itu tenggelam dan tidak abadi, maka akal Musa mengatakan tidak. Tuhan macam apa bisa tenggelam semacam itu. Begitu juga ketika ia menghancurkan berhala dan meninggalkan kapak di leher berhala yang paling besar. Ketika orang-orang bertanya padanya, dengan entengnya ia menyuruh mereka bertanya pada si berhala itu saja karena bukti sudah ada di leher si arca tersebut. Kontan orang-orang marah, bagaimana mungkin berhala yang jelas-jelas patung bisa menjawab ketika ditanya? Disinilah Sang Nabiyullah mengajak orang-orang itu untuk menggunakan akalnya.

Mahabenar Allah yang mengabadikan kisah indah tersebut untuk diambil hikmahnya bagi umat kemudian. Di dalam beriman, seyogianya memang bukan taklid buta atau sekadar ikut-ikutan saja. Harus ada proses berpikir di sana agar kokoh keimanan yang ada dalam diri, tidak mudah berubah hanya karena satu kardus mie instant saja. Proses berpikir ini melibatkan semua potensi diri untuk menjawab 3 pertanyaan besar manusia akan kehidupannya. Darimana aku berasal? Untuk apa aku hidup di dunia ini? Dan ke mana aku akan kembali setelah mati?
... Islam sendiri adalah sebuah jalan hidup yang mengajak pemeluknya untuk menjadi cerdas dan pintar...
Kita berasal dari rahim ibu, begitu seterusnya ke silsilah atas hingga nenek moyang yang akhirnya mentok ke manusia pertama yang diciptakan yaitu Adam. Manusia berakal jelas-jelas menolak teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi. Bila memang evolusi kera menjadi manusia dipercaya, mengapa kera yang sekarang tetap saja menjadi kera dan tidak berubah menjadi manusia? Jadi tidak bisa tidak, kera biarlah bernenek moyang kera begitu juga manusia biarlah bernenek moyang Adam dan Hawa yang jelas-jelas manusia. Sebelum Adam, ada Sang Pencipta yang menciptakannya yaitu Allah.

Allah Maha Menciptakan maka Allah pula Yang Mahamengatur. Penemu Microsoft punya aturan main sendiri, begitu juga penemu Linux. Tak bisa keduanya saling memakai aturan main pihak lain seenaknya sendiri. Begitu juga dengan manusia. Hanya orang sombong disertai kebodohan yang akut saja yang sok membuat aturan sendiri dengan kemampuan akal yang seringkali dianggap sebagai tuhan. Tambal sulam, uji coba sana-sini telah dilakukan system hidup yang sok menjadi penguasa dunia, sosialisme dan kapitalisme. Apa yang terjadi? Duka nestapa dunia makin parah.

Kedua paham ini pun gagal menyingkap ada apa di balik kematian. Sehingga seringkali amal yang mereka kerjakan melulu dunia an sich, tanpa mengaitkannya dengan kehidupan akhirat. Bagaimana mereka bisa mengaitkan, sedangkan percaya saja tidak? Islam mempunyai aturan main yang berbeda. Jawaban atas pertanyaan besar itu saling terkait satu sama lain. Ketika kita meyakini diri ini berasal dari Allah, hidup ini pun juga dalam rangka menjalankan amanah dari-Nya, maka kehidupan setelah mati merupakan momen untuk menghitung amal diri.
... ide rusak itu bernama sekulerisme. Kebodohan sungguh bermula dari ide ini. Karena itu sungguh sayang bila ada muslim yang dengan bangga menjadi pengikut paham salah ini...
Keyakinan inilah yang akan membawa diri seorang muslim untuk selalu terjaga baik dari kemaksiatan maupun kebodohan. Tak ada pemisahan antara agama dari kehidupan. Itu adalah ide rusak bernama sekulerisme. Kebodohan sungguh bermula dari ide ini. Karena itu sungguh sayang bila ada muslim yang dengan bangga menjadi pengikut paham salah ini. Karena saya, kamu dan kita semua adalah pewaris generasi cerdas dan anti kebodohan, maka mari kita campakkan ide sekulerisme ini ke tong sampah peradaban dunia. Kita kembali pada Islam saja sebagai solusi bagi seluruh aspek kehidupan. Setuju kan? So pasti donk itu ^_^ [riafariana/voa-islam.com]

Kamis, 29 Juli 2010

Merenungkan Kembali Hikmah Isra Mikraj By Ust subur Jaya

Merenungkan Kembali Hikmah Isra Mikraj
By Ust subur Jaya

Isra mikraj bukan hanya sebentuk cerita yang selesai begitu saja tanpa makna tersisa dengan kembalinya Nabi Muhamad Saw ke bumi. Kisah ini masih banyak menyimpan nilai-nilai yang perlu digali, direnungkan, diteladani kemudian diaktualisasikan dalam ranah nyata sebagai gerakan sadar sejarah dan kebangkitan peradaban umat Islam, khususnya terkait dengan nasib masjid al-Aqsha (tempat berakhirnya Isra) dan penderitaan saudara kita di Palestina yang hari demi semakin menderita akibat kekejaman penjajahan bangsa Israel.

Di sisi lain, seyogyanya Isra Mikraj tidak hanya dimaknai bahwa Nabi Kita pernah melakukan perjalanan yang sanggup mengguncang iman seseorang, lalu diperlihatkan tentang betapa agung dan luar biasanya kekuasaan Allah Swt. Lebih dari itu, kalau kita jeli membaca dan merenungkan rentetan momen-momen yang terjadi di tengah-tengah antara Isra dan Mikraj, maka kejadian ini sebetulnya mengandung hikmah dan isyarat Tuhan tentang posisi dan potensi sesungguhnya Nabi Muhamad dan umatnya: betapa Nabi Muhamad dipersiapkan Allah Swt sebagai pemimpin seluruh umat dan pewaris terakhir kenabian dan umatnya di jadikan sebagai umat terbaik.
Perjalanan Isra: dari masjid al-Haram (di Mekah) ke masjid al-Aqsha (di Palestina), kemudian saat di masjid al-Aqsa Nabi didaulat menjadi imam shalat jama\'ah yang makmumnya terdiri dari para Nabi terdahulu, semua ini menunjukan ada proses peralihan estafet kepemimpinan sekaligus pengakuan sadar bahwa Nabi Muhamad merupakan pemegang tongkat kepemimpinan dari generasi terdahulu dan generasi yang akan datang. Shalat jama\'ah ini juga menunjukan bahwa misi dakwah para nabi itu satu yaitu: sama-sama mengajak beriman kepada Allah Swt yang Maha Esa. Kejadian ini juga sebagai tanda bahwa Islam adalah agama samawi penutup. Karena Islam ditahbiskan sebagai agama terakhir, maka sebagai konsekuensi logisnya nilai-nilai Islam dijamin akan selalu relevan dan kompatibel dengan kemajuan zaman.

Awal Mula Isra
Perjalanan spiritual ini terjadi pada saat Nabi dan umat Islam sedang mengalami tekanan psikologis dan fisik yang luar biasa sakit. Selama tiga tahun (mulai 7 Muharam tahun ke-7 - semenjak diangkat jadi Nabi- sampai tahun ke-10) Nabi dan pengikutnya diembargo oleh kaum musyrik Mekkah, baik secara ekonomi, maupun sosial-politik. Masa gembira karena berakhirnya embargo tak berlangsung lama, karena enam bulan kemudian, tepatnya bulan Rajab, pamannya, Abu Thalib, pembela setia dan selalu menjaga bahkan memperkuat daya tawar politik Nabi di hadapan kaum musyrikin, wafat. Lima puluh hari kemudian, tepatnya bulan Ramadhan, istri tercintanya Sayidah Khadijah yang selalu setia mensuport, melayani dan mendengar keluh kesah Nabi dengan penuh kasih sayang juga wafat. Lengkaplah sudah kesedihan Nabi. Dua pelindung utamanya telah tiada. hampir dalam waktu yang bersamaan. Maka umat Islam menamakan tahun ini sebagai tahun penuh duka (‘Amul huzni).
Tapi kekuatan iman dan keyakinannya akan pertolongan Allah Swt. tidak membuat musibah di atas menggoyahkan perjuangan dakwahnya. Beliau tetap survive! Masih pada tahun kesepuluh dari pengangkatannya sebagai Nabi, tepatnya bulan Syawal, Nabi bersama Zaid bin Haritsah membuat keputusan berani pergi ke Thaif untuk mencari lahan dakwah baru. Tapi tak ada satupun yang mau masuk Islam! Bahkan secara terencana, Nabi dilempari batu dan terluka parah, kedua kakinya berlumuran darah, begitu juga Zaid bin Haritsah, kepalanya berdarah akibat lemparan batu. Tapi yang lebih menyakitkan Nabi adalah sumpah serapah dan caci-maki yang kebablasan dari penduduk Thaif. Nabi akhirnya bersimpuh, mengadu pada Allah Swt, bahwa dirinya begitu lemah tak berdaya:
(Ya Allah, kepadaMu juga aku mengadukan kelemahan kekuatanku, kekurangan siasatku dan kehinaanku di hadapan manusia. Engkau Yang Paling Pengasih, Engkau adalah Tuhannya orang-orang lemah, Engkaulah Tuhanku, kepada siapa hendak Kau serahkan diriku? Kepada orang jauh yang bermuka masam kepadaku, ataukah musuh yang akan menguasai urusanku? Aku tidak peduli asalkan Engkau tidak murka kepadaku, sebab sungguh teramat luas rahmat yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung dengan DzatMu yang menyinari segala kegelapan dan yang karenanya urusan dunia dan akhirat menjadi baik, agar Engkau tidak menurunkan kemarahanMu kepadaku atau murka kepadaku. Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan kekuatan selain denganMu)
Untuk menghibur, meyakinkan kebenaran visi Nabi dakwah selama ini dan mengingatkan kembali bahwa beliau tidak sendiri dalam berjuang: ada Allah Swt dibelakang Nabi, di perjalankanlah beliau sampai menuju Sidratul Muntaha. Di dalam perjalanan itu Nabi disambut hangat oleh penduduk langit ditunjukan kebesarannya, bahwa kalau di bumi beliau dicaci-maki, maka sebaliknya penduduk langit gegap-gempita menyambutnya. Diperlihatkan pada Nabi betapa segenap jagad raya ini tak ada apa-apanya dihadapan Allah Rabul \'alamin.
Demi memperkuat keyakinan keimanan sampai pada tahap tertinggi, kejadian Isra Mikraj adalah keniscayaan bagi seseorang yang dipersiapkan akan dijadikan pemimpin seluruh alam. Dengan kejadian ini Nabi tidak hanya iman kepada Allah secara teori tapi juga disertai data empiris. Maka penghayatan dan pengakuan keimanan Nabi pada al-Khaliq adalah yang tertinggi diantara makhluk Allah Swt.
Sementara bagi muslimin hikmahnya adalah bahwa kejadian ini sebagai ujian atas keteguhan iman mereka: percayakan mereka dengan kejadian Isra dan Mikraj? Mungkinkah Mekkah-Palestina (-+1500 k.m) plus ke Sidratul Muntaha ditempuh dalam sepenggal malam? Padahal masa itu Mekah-Palestina kalau ditempuh dengan menggunakan onta tidak kurang dari satu bulan lamanya. Menanggapi kejadian ini, menurut Ibnu Katsir, sikap orang Islam terbelah dua, ada yang kembali murtad, dan ada yang malah semakin tebal imannya.

Pro Kontra Seputar Isra Mikraj
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ ﴿١﴾
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya ( “Abdun = Ismun Majmu’un Bainal Ruh Wal Jasad” = Menyatunya antara Ruh & Jasad ). pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Detail kejadian seputar Isra Mikraj, baik menyangkut tanggal, bulan dan apakah diperjalankannya Nabi dengan jasadnya atau hanya ruhnya saja dan kejadian lainnya memang masih menyisakan pro-kontra. Tapi dalam konteks keimanan, asal kita masih percaya bahwa pernah ada prosesi Isra, maka perdebatan ini tidak menggangu keimanan kita. Artinya yang paling penting adalah memetik substansi dan makna yang bisa kita terapkan dalam hidup kita. Beberapa isu yang akan diangkat di sini hanya sebagai pengayaan wacana dan pengetahuan saja.

Betulkah Isra terjadi pada bulan Rajab tanggal 27?
Menurut Ibn Ishaq, Isra terjadi tahun ke-10 (dari sejak diangkat jadi Nabi). Menurut az-Zuhri dan \'Urwah kejadianya setahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah. Menurut Ismail as-Sudi terjadinya enam bulan sebelum hijrah. Sedang menurut al-Hafidz Abd. Ghani bin Surur al-Muqadasi Isra Mikraj terjadi pada tanggal 27 bulan rajab. Dan pendapat terakhir ini yang diambil oleh umat Islam sekarang dan dirayakan.

Apakah Isra dan Mikraj Nabi dilakukan dengan ruh saja atau sekaligus dengan jasad?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa Isra Mikraj dilakukan dengan tubuh dan ruh Nabi. Justru disinilah letak mukjizatnya. Selain itu kalimat bi\'abdihi yang terdapat dalam surat al-Isra semakin mengukuhkan bahwa kejadian itu dilakukan dengan ruh dan jasa Nabi. Karena dalam al-Qur\'an dan leksikal Arab kata abdun, selalu menunjuk pada ruh dan jasad secara bersamaan. Abdun “Ismun Majmuu’un bainul Ruh wal Jasad”

Kenapa harus ke Baitul Maqdis dulu, tidak langsung saja dari Haram ke Sidratul Muntaha?
Ini menujukan bahwa Baitul Maqdis sangat penting posisinya dalam agama Islam. Ia adalah kiblat pertama umat Islam. Kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi Shalat menghadap Baitul Maqdis. Ia adalah salah satu dari 3 masjid yang wajib dikunjungi ketika kita bernazar untuk menziarahinya. Pahala beribadah di sana sama dengan 500x lipat beribadah ditempat lain (selain masjid al-Haram dan masjid Madinah). Masjid al-Aqsha juga adalah tempat para nabi dikuburkan, sehingga Imam Syafi\'i, suatu ketika pernah berkata, "saya sangat suka beri\'tikaf di masjid ini, lebih dari masjid manapun," kemudian ketika ditanyakan alasannya, beliau menjawab, "disinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya beberapa Nabi."

Bagaimana hukum orang yang tidak mempercayai Isra Mikraj?
Ulama dalam hal ini membedakan antara hukum tidak mempercayai Isra dan hukum tidak mempercayai Mikraj. Bagi orang yang tidak mempercayai Isra, hukumnya kafir karena kejadian itu sudah di nash dalam al-Qur\'an dengan sangat gamblang dan tak menerima lagi kemungkinan takwil (qat\'iyu ats-tsubut wa ad-dilalah). Sementara orang yang tidak mempercayai Mikraj hukumnya fasik. Kenapa? Karena kejadian mikraj hanya berdasarkan pada al-Qur\'an (an-Najm:13-18) yang tidak tegas dilalahnya (qat\'iyu ats-tsubut wa zdhani ad-dilalah) dan berdasarkan hadis-hadis sahih tapi tidak sampai pada derajat mutawatir.

Hikmah Isra Mikraj Dalam Konteks Kekinian
Pertama, setiap kita memperingati Isra Mikraj hendaknya jangan hanya diposisikan sebagai telah terjadinya sebuah kisah luar biasa belaka, tetapi mesti diletakan dalam konteks perenungan untuk diambil hikmah dan semangatnya, kemudian dijadikan sebagai pemicu kebangkitan peradaban umat Islam.
Kedua, Peringatan Kejadian ini hendaknya memicu semangat persatuan, konsolidasi dan solidaritas umat Islam diseluruh dunia, khususnya untuk membantu rakyat Palestina untuk terlepas dari penderitaan yang sekarang ini memasuki babak baru yang sangat menyedihkan dan memalukan, yaitu perang saudara antara Hamas dan Fatah. Tidak ada yang menguntungkan dari pertikaian ini kecuali membuat rakyat Palestina makin menderita. Pada saat yang sama dibelahan dunia Islam lain perang saudara di Irak, Afganistan, Sudan dan lainnya juga masih panas berkecamuk. Masih belum cukupkah bagi kita untuk segera bangun dan bangkit mengejar ketertinggalan hampir disemua bidang ini?
Ketiga, Hal penting lain dari Isra Mikraj adalah diwajibkannya menunaikan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Tidak seperti puasa, haji, zakat dan ibadah lainnya yang kesemuanya diwajibkan dibumi melalui wahyu via Malaikat Jibril, shalat diwajibkan langsung oleh Allah Swt saat Nabi masih dilangit. Ini menunjukan betapa posisi shalat punya nilai khusus dimata Allah Swt. Shalat adalah media mikraj muslim pada Allh Swt. Maka tak heran shalat yang baik, yang berkualitas, yang dibarengi kebersihan jiwa akan sanggup menciptakan kondisi sosial yang kondusif, karena bisa mencegah berbagai bentuk kemunkaran. Jadi Islam saja, shalat saja tidak cukup untuk mencegah kemunkaran, korupsi, nepotisme, kekerasan, tapi harus dibarengi perenungan, kebersihan jiwa, aktualisasi dan keikhlasan. Intinya, tekad setiap individu muslim untuk berusaha menciptakan shalat berkualitas sangatlah penting dalam sistem tarbiyah kejiwaan kita. Karena efek jangka panjangnya dapat mengontrol perilaku sosial umat Islam.
Wallahu \'alam bi shawab

Kamis, 01 Juli 2010

Solusi Bagi Wanita Yang Tertindas Suami


By abu Alfiah
Pada hakikatnya, Islam tidak melepaskan kehidupan rumah tangga berjalan begitu saja tanpa arah petunjuk. Sehingga hawa nafsu menjadi penentu yang berkuasa. Tidak demikian adanya. Islam telah menggariskan hak, kewajiban, tugas dan tanggung-jawab antara suami dan istri sesuai dengan kodrat, kemampuan, mempertimbangkan tabiat dan aspek psikis. Hal tersebut ditetapkan di atas landasan yang adil lagi bijaksana. Allah Ta'ala berfirman:
             

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [al-Baqarah/2:228].

Jika pasangan suami istri mengerti dan memahami kewajiban masing-masing, niscaya biduk suatu rumah tangga kaum muslimin akan berjalan normal, semarak oleh suasana mawaddah dan rahmat. Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya. Begitu pula, istri juga menjalankan kewajiban-kewajibannya. Dengan ini, rumah tangga akan menuai kebahagiaan dan ketentraman. Rumah tangga benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
            ••   •      
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." [ar-Rûm/30:21].
Akan tetapi, kondisi ideal ini, terkadang terganggu oleh riak-riak yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat mawaddah dan rahmat antara suami-istri.
Suami berbalik membenci istrinya. Pada sebagian suami, tidak mampu bersabar sehingga tangan kuatnya diayunkan ke tubuh istri, dan menyebabkan istri mengerang kesakitan. Bekas-bekas penganiayaan pun terlihat jelas. Istrinya merasa tidak aman dan nyaman hidup dengan lelaki itu. Situasi kian memanas. Akibat emosi tak terkendali, kadang timbul aksi yang tidak diharapkan, semisal penganiayaan hingga pembunuhan, baik dari suami maupun istri. Nas`alullah as-salaamah.

Syaikh 'Abdur-Rahmaan as-Sudais menyampaikan fakta: "Ada sejumlah lelaki (suami) yang tidak dikenal kecuali hanya dengan bahasa perintah dan larangan, hardikan, sifat arogan, buruk pergaulan, tidak ringan tangan, susah bertoleransi, emosional dan sangat reaktif. Jika berbicara, perkataannya menunjukkan dirinya bukan orang yang beradab. Dan bila berbuat, perilakunya mencerminkan kecerobohan. Di dalam rumah, suka menghitung-hitung kebaikannya di hadapan istri. Bila keluar rumah, prasangka buruk kepada istri menggelayuti pikirannya. Bukan pribadi yang lembut dan tidak sayang. Istrinya hidup dalam kesulitan, bergulat dengan kesengsaraan dan terpaksa mengalami prahara"[1]


MENDATANGKAN DUA PENENGAH DARI MASING-MASING PIHAK

Dalam konteks ini, bila persoalan semakin meruncing, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengarahkan untuk menghadirkan dua penengah dari keluarga suami dan istri.
                  •     

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" [an-Nisaa`/4:35][2].

Tugas mereka berdua, mengerahkan segala upaya untuk mengetahui akar permasalahan yang menjadi sebba perseteruan antara suami istri dan menyingkirkannya, serta memperbaiki hubungan suami-istri yang sedang dilanda masalah. Dua penengah ini (hakamain) disyaratkan orang muslim, adil, dikenal istiqamah, keshalihan pribadi dan kematangan berpikir, dan bersepakat atas satu keputusan. Keputusan mereka berkisar pada perbaikan hubungan dan pemisahan antara mereka berdua. Berdasarkan pendapat jumhur ulama, keputusan dua penengah ini mempunyai kekuatan untuk mempertahankan hubungan atau memisahkan mereka.


TALAK BISA "MENJEMBATANI" KEBUNTUAN ANTARA SUAMI-ISTRI

Pada asalnya, talak bukanlah jalan keluar yang dianjurkan untuk menyelesaikan keretakan hubungan antara suami-istri, jika tidak ada faktor penting dan mendesak yang menjadi penyebabnya. Namun, ketika istri memperlihatkan tanda-tanda kebencian kepada suami, karena istri sering mengalami penindasan, misalnya secara fisik berupa pukulan yang menciderai, siksaan yang berat, kewajiban nafkah tak dipenuhi, terus-menerus dicaci, mendapatkan tuduhan yang bermacam-macam umpamanya, sehingga kehidupan rumah tangga tidak mendukung menjadi keluarga harmonis, maka dalam kondisi ini, talak bisa menjadi jalan keluar bagi mereka berdua.

Konsepsi kehidupan rumah tangga dalam Islam sendiri bersendikan "pergaulan yang baik, atau dilepaskan dengan cara baik pula". Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:

         
"Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik" [al-Baqarah/2:229].

Kalau suami ingin tetap hidup bersama istri, kewajibannya ialah mempergauli istrinya dengan sebaik-baiknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

    
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut". [an-Nisâ/4: 19]

Tindakan aniaya terhadap orang lain terlarang. Demikian juga perbuatan-perbuatan yang merugikan dan membahayakan orang lain. Apalagi kepada orang yang menjadi pendamping hidup dan bersifat lemah. Orang terbaik ialah orang yang berlaku baik kepada keluarganya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang bersikap baik kepada keluarganya. Dan aku adalah orang yang terbaik bagi keluargaku" [HR at-Tirmidzi dan Abu Dâwud].

Kedekatan antara suami dan istri sangat kuat. Dari seringnya interaksi antara keduanya, masing-masing dapat mudah terpengaruh oleh kondisi pasangannya. Pengaruh baik akan berdampak positif bagi pasangan. Begitu pula, keadaan-keadaan yang buruk pun akan mudah berpengaruh pada pasangannya.
Tatkala kesepahaman tidak bisa dipadukan, dan seluruh terapi tidak memberi pengaruh positif bagi perubahan ke arah yang baik, maka kehidupan berumah tangga dengan pasangan bisa menjadi beban berat untuk dipikul. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

          •  
"Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana" [an-Nisaa/4:130]


BILA SUAMI TIDAK INGIN MENCERAIKAN

Bila kehidupan rumah tangga sudah menjadi beban berat bagi istri sehingga dikhawatirkan tidak mampu lagi menjadi pendamping suami, baik karena perilaku maupun tindak kekerasan yang dilakukan suami atau lainnya, maka dalam keadaan seperti ini, Islam membolehkan wanita mengajukan gugatan cerai kepada suami dengan memberikan ganti rugi harta. Dalam syari’at Islam, gugatan cerai istri atas suaminya ini dinamakan al-khulu’.[3]

“Al-Hishnî rahimahullah” menjelaskan jenis ketiga dari keringanan dalam pernikahan dengan menyatakan: Di antaranya, ialah kemudahan pensyariatan talak (cerai) karena beban berat tinggal berumah tangga, dan demikian juga al-khulu’. Juga semua yang disyari’atkan hak pilih faskh (menggagalkan akad) karena kesabaran wanita atas keadaan tersebut merupakan beban berat (al-masyaqqah), karena syari’at tidak memberikan hak cerai kepada wanita.[4]

Sedangkan” Ibnu Qudamah rahimahullah”, ketika menjelaskan hikmah disyari’atkannya al-khulu’, ia menyatakan: "Al-khulu’ (disyari’atkan) untuk menghilangkan dharar (kerugian) yang menimpa wanita karena jeleknya pergaulan dan tinggal bersama orang yang tidak ia sukai dan benci".[5]

Lebih jelas lagi, yaitu pernyataan Ibnul-QayyimAl-Jauzie, bahwasanya Allah mensyari’atkan al-khulu’ untuk menghilangkan mafsadat yang berat, menimpa pasangan suami istri dan membebaskan satu dari pasangannya [6]. Apabila suami menyetujuinya, maka rusaklah akad pernikahan keduanya (faskh) dan sang wanita menunggu sekali haidh agar dapat menerima pinangan orang lain.

Namun, apabila suami tidak menerima al-khulu’ (gugatan cerai) istrinya tersebut, maka sang istri dapat mengajukan gugatan cerai kepada pemerintah atau lembaga yang ditunjuk pemerintah menangani permasalahan tersebut agar mendapatkan keridhaan suami untuk menerima gugatan cerai tersebut. Sebab, terjadinya al-khulu’, tetap dengan keridhaan suami. Demikianlah pendapat mayoritas ulama bahwasanya al-khulu’ tidak sah kecuali dengan keridhaan suami.[7]

Oleh karena itu, “Ibnu Hazm rahimahullah” berkata: "Maka wanita diperbolehkan mengajukan gugatan cerai (al-khulu’) dari suami dan menceraikannya bila suami meridhainya".[8]

Demikian, cukup jelas solusi yang diberikan Islam dalam menangani masalah KDRT. Keuntungan dunia dan akhirat akan bisa digapai bila menta’atinya. Mudah-mudahan, Allah Subhanahu wa Ta'ala membukakan hati kita untuk menerapkan seluruh syari'at-Nya dalam semua aspek kehidupan kita sehari-hari. Wallahu a'lam.

Maraji`:
1. Dhamanâtu Huqûqi al-Mar`ati az-Zaujiyyah, Dr. Muhammad Ya`qub Muhammad ad-Dahlawi, Penerbit Jâmi'ah Islâmiyyah Madînah, Cetakan I, Tahun 1424 H.
2. Kaukabatul- Khutabil-Munîfati min Mimbaril-Ka'batil-Musyarrafah, kumpulan khutbah Dr. 'Abdur-Rahmân as-Sudais, halaman 427-478. Lihat makalah berjudul Abghadhul Halâl, an-Nidâ`ul Hâni ila an-Nishfits-Tsâni, az-Zawâju Hashânatun wab Tihâj, Washâya wa Taujiihâtun ilâ al-Azwâj waz-Zaujât.
3. Shahîh Fiqhis Sunnah, Abu Mâlik Kamâl bin Sayyid Salim, Penerbit Maktabah at-Tauqifiyyah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Washâya wa Taujiihâtun ilâ al-Azwâj waz-Zaujât
[2]. Adh-Dhamânât, 156-160.
[3]. Lihat artikei almanhaj http://www.almanhaj.or.id/content/2382/slash/0
[4]. Dinukil dari kitab Dhamânât Huqûq al-Mar`ah al-Zaujiyyah, Muhammad Ya’qub ad-Dahlawi, hlm. 149.
[5]. Al-Mughni, 10/269. Dinukil dari Dhamânât, hlm. 149.
[6]. I’lâm al-Muwaqqi’în, 4/110.
[7]. Shahîh Fiqhis-Sunnah, 3/357.
[8]. Al-Muhalla, 1/235.
Redaksi Majalah As-Sunnah

Kamis, 17 Juni 2010

Nikah Siri versus Nikah Syar'i


Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mendukung pemidanaan pelaku nikah siri. Hal ini sesuai dalam RUU tentang Hukum Materil Peradilan Agama Bidang Perkawinan. Sikap Ketua MK itu adalah hak pribadi beliau. Sama halnya banyak ulama yang tidak setuju nikah siri masuk ranah hukum, karena memang tidak melanggar syariah Islam.

Menko Kesra Agung Laksono mengatakan RUU tersebut telah masuk dalam program legislasi tahun 2010 sehingga kemungkinan besar bakal gol kalau tidak ada upaya sungguh-sungguh dari kalangan yang kontra nikah siri dilarang.

RUU Nikah sirri ini akan menjadi pelengkap bagi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sikap kita tidak harus dipaksakan. Pasal 143-153 RUU itu mengatur perkawinan siri, perkawinan mutah, perkawinan kedua, ketiga, dan keempat, serta perceraian yang tanpa dilakukan di muka pengadilan. Selain itu juga mengatur perzinahan yang menolak bertanggung jawab, serta menikahkan atau menjadi wali nikah, padahal sebetulnya tidak berhak.

Bagi pelanggar kena ancaman mulai dari 6 bulan hingga 3 tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta.

Poin-poin yang diatur dalam RUU tersebut mengandung kontroversi dengan syariat Islam, sehingga menimbulkan pro kontra di kalangan kaum muslimin.

Aturan Islam dalam Masalah Pernikahan

Akad pernikahan adalah ijab-qobul yang dilangsungkan dalam satu majelis, yang diucapkan oleh wali calon istri, dijawab calon suami dan diterima oleh calon istri. Majelis tersebut dihadiri oleh 2 orang saksi muslim yang balig dan berakal, dan memahami ucapan ijab qabul tersebut.

Selama syarat pernikahan dipenuhi, yaitu ada mempelainya, mahar, saksi, wali, dan pihak yang menikahkan, pernikahan mereka sah di mata agama. Tidak diperlukan tambahan harus dicatatkan di KUA dll. Suami dan istri sudah boleh tinggal bersama dalam sebuah mahligai rumah tangga.

Islam mendorong terjadinya pernikahan sebagai solusi dari permasalahan manusia dalam memenuhi kebutuhan naluri seksual secara terhormat dan penuh kesucian. Dengan pernikahan akan terbentuk lembaga keluarga yang menghasilkan keturunan yang jelas nasabnya. Naluri kebapakan, keibuan, ke-nenek-an, ke-paman-an, dll bisa tersalurkan dengan jelas tanpa menimbulkan efek di kemudian hari.
Pernikahan dilakukan agar lelaki dan wanita yang bukan mahramnya merasa tenang jiwanya, tenteram beribadah dalam lembaga keluarga sebagai pasangan suami istri, dan dapat beristirahat setelah melakukan kerja keras di luar rumah. Keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah akan melahirkan keturunan yang bertaqwa, yang akan melanjutkan siar Islam ke seluruh penjuru dunia.

Kasus-kasus dalam Nikah Siri
Nikah siri bukanlah istilah yang dipakai dalam syariat Islam. Nikah siri dimaksudkan sebagai suatu pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Pernikahan mereka hanya disaksikan orangorang terdekat saja

Nikah sirri biasanya dikaitkan dengan masalah kawin muth’ah, poligami, pernikahan antar agama, dll. Kemudian digeneralisir akan membuat kaum wanita dan anak-anak teraniaya karena tidak terpenuhi hak-hak. Anak-anak hasil nikah siri tidak dapat menuntut, jika suami tidak memenuhi hak-haknya baik nafkah, waris, dll.

Masalah kawin kontrak (muth’ah) sudah jelas keharamannya.Menikah tidak boleh dibatasi waktunya. Hampir seluruh ulama melarangnya, karena cenderung hanya sebagai pelampiasan nafsu seksual pihak prianya semata

Poligami sudah jelas kebolehan (mubah). Suami boleh memiliki istri 2, 3 atau 4. Dan ketika sudah melakukan poligami, suami wajib berlaku adil dalam maslah nafkah dan pembagian waktu. Sedangkan dalam masalah cinta, manusia tidak akan sanggup berlaku adil. Tetapi hal itu tidak boleh ditunjukkan kepada para istri sehingga menjadi tidak adil dalam hal nafkah dan pembagian waktu.

Pernikahan antar agama juga sudah jelas mana yang dibolehkan dan mana yang diharamkan. Wanita muslimah haram menikah dengan lelaki kafir (ahli kitab maupun musyrik). Lelaki muslim boleh menikahi wanita ahli kitab yang memelihara kesuciannya (baik yahudi atau nasrani), dengan syarat anak hasil pernikahan mereka harus dididik sebagai seorang muslim.

Sebenarnya kalau kita mau melihat dengan jernih, maka kita dapat menemukan pokok permasalahannya yaitu masalah pencatatan keterangan sudah menikah di KUA. Hal ini serupa dengan surat keterangan lahir untuk bayi, yang tercantum di dalamnya nama ayah dan ibunya. Surat keterangan lahir tersebut bisa diakui meskipun bisa jadi nama ayah dan ibu yang tertera tidak benar sesuai dengan kenyataan.

Oleh karena itu, pemerintah harus menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi dengan cara memperbaiki sistem pencatatan pernikahan. Dalam hal ini bisa dilibatkan ketua RT sampai kelurahan yang bersangkutan. Atau dibuatkan UU yang menjamin persamaan hak antara wanita dan anak-anak hasil nikah siri dengan wanita dan anak-anak hasil nikah yang tercatat di KUA. Bukan hukum nikahnya yang diganti.

Hukum Syara’ Tidak Tergantung Ruang dan Waktu

Nikah siri dianggap lebih banyak dampak negatif ketimbang positifnya. Oleh karena itu digulirkanlah RUU Nikah Siri untuk dapat mempidanakan lelaki pelaku nikah siri.

Dalam rukun nikah tidak termaktub di dalamnya harus dicatatkan di KUA. Kalau ada yang menambahkan dalam rukun nikah dimasukkan pencatatan tersebut, berarti menambah-nambah sesuatu ke dalam hukum syara’ yang sudah ditetapkan Alloh SWT. Hal ini disebut bid’ah. Nabi bersabda: “Setiap bid’ah adalah sesat”.

Kasus-kasus yang terjadi dalam pelaksanaan syariat di suatu tempat atau pada suatu jaman, tidak dapat dijadikan alasan untuk merubah hukum. Apalagi ada yang beranggapan bahwa Islam itu fleksibel/elastis dan berjalan sesuai dengan perubahan sosial,ekonomi atau politik pada setiap waktu dan tempat. Berarti Islam berkembang agar penerapan hukum-hukum sesuai dengan kejadian, kondisi serta tuntutan manusia yang elah menjadi kebiasaan terkini.

Hukum syara’ adalah aturan yang dibuat Alloh SWT untuk menyelesaikan problematika manusia. Setiap perintah-Nya pasti mengandung kebaikan (maslahat). Dan setiap larangan-Nya pasti mengandung kerusakan (mafsadat). Akal manusia yang terbatas tidak akan mampu menentukan kebaikan dan keburukan secara pasti yang dapat berlaku di semua tempat dan sampai kapanpun.Jadi tugas akal manusia memahami realita yang ada, kemudian menggali hukum Alloh untuk menentukan sikap kita terhadap fakta tersebut. Sumber hukum yang digali pun sudah pasti yaitu Al Qur’an dan hadits nabi saw.

Efek Negatif RUU Nikah Siri

Sebenarnya, setiap pasangan ingin pernikahannya diketahui masyarakat secara luas dan tercatat di KUA.

Namun karena alasan ekonomi, kontrak kerja, dll, mereka belum dapat mencatatkan pernikahannya. Berdasarkan RUU nikah siri, mereka bisa dipidanakan.

Efek jangka panjang dari RUU ini bisa membuka pintu perzinahan. Karena berdasarkan KUHP yang ada, pelaku perzinahan yang dilakukan berdasarkan suka sama suka tidak dapat dipidanakan.Pergaulan bebas akan tambah merajalela.

Jika hal tersebut sudah menjadi budaya, maka terjadilah kerusakan tatanan kehidupan bermasyarakat. Nasab seorang anak menjadi tidak jelas lagi, siapa bapaknya dan ibunya, nenek dan kakeknya, paman dan bibinya. Keluarga berantakan, terbentuk generasi muda yang rusak moral dan akhlaknya. mat manusia akan semakin jauh dari ajaran Islam.

Kesimpulan
Rukun nikah sudah jelas, kita tinggal melaksanakannya dengan baik.Kasus negatif dari nikah siri bisa diatasi dengan sistem pencatatan yang lebih baik dari pemerintah.

Manakah yang lebih baik, hukum Alloh atau hukum buatan manusia?

Kamis, 10 Juni 2010

Kebahagiaan Hidup Menurut Islam (1)


Kebahagiaan Hidup Menurut Islam (1)
Kebahagiaan hidup dalam pandangan Islam tidak berkutat pada sisi materi. Walaupun Islam mengakui kalau materi menjadi bagian dari unsur kebahagiaan.
Islam pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan. Oleh karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti memiliki budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.
Beberapa nash syar'i telah menunjukkan hal ini:
وَالْأَنْعَامَ خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
"Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan." (QS. An-Nakhl: 5-6)
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al-A'raf: 32)
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "di antara unsur kebahagiaan anak Adam adalah istri shalihah, tempat tinggal luas, dan tunggangan yang nyaman." (HR. Ahmad)
Islam pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan.
Oleh karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti memiliki budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.

Kebahagiaan dunia
Islam telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang mengarahkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya saja Islam menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan menuju akhirat. Sedangkan kehidupan yang sebenarnya yang harus dia upayakan adalah kehidupan akhirat. Allah Ta'ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
"Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An-Nahl: 97)
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (QS. Al-Qashshash: 77)
فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
"Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit." (QS. At-Taubah: 38)
Kebahagiaan akhirat
Kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi balasan atas keshalihan hamba selama hidup di dunia. Allah berfirman,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan"." (QS. Al Nahl: 32)
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ
"Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa." (QS. Al Nahl: 30)
Islam telah menetapkan tugas manusia di bumi sebagai khalifah di dalamnya. Bertugas memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan manusia yang ada di sana. Hanya saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada kesulitan, sehingga menuntutnya bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup tidak hanya kemudahan sebagaimana yang diinginkan dan diangankan orang. Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke sulit, dari sehat ke sakit, dari miskin ke kaya, atau sebaliknya.
Ujian-ujian ini akan selalu mengisi hidup manusia yang menuntunnya untuk bersabar, berkeinginan kuat, bertekad tinggi, bertawakkal, berani, berkorban, dan berakhlak mulia serta lainnya. Semua ini akan mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, dan ridla.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al Baqarah: 155-157)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya bernilai baik. Jika mendapat kebaikan dia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika tertimpa keburukan dia bersabar, dan itu baik untuknya." (HR. Muslim)
Cara meraih kebahagiaan
1. Beriman dan beramal shalih.
Meraih kebahagiaan melalui iman ditinjau dari beberapa segi:
a. Orang yang beriman kepada Allah Yang Mahatinggi dan Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa, maka dia akan merasakan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak akan galau dan bosan dengan kehidupannya, bahkan akan ridla terhadap takdir Allah pada dirinya, pastinya dia akan bersyukur terhadap kebaikan dan bersabar atas bala'.
Ketundukan seorang mukmin kepada Allah membimbing ruhaninya yang menjadi pondasi awal untuk lebih giat bekerja karena merasa hidupnya memiliki makna dan tujuan yang berusaha diwujudkannya. Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al An'aam: 82)
b. Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang mendorongnya untuk diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai yang tinggi dan berharga yang mendorongnya untuk beramal dan berjihad di Jalan-Nya. Dengan itu pula, dia akan meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk masyarakat di mana dia tinggal.
Ketika seseorang bersifat egois maka hari-harinya terasa sempit dan tujuan hidupnya terbatas. Namun ketika hidupnya dengan memikirkan fungsinya, maka hidup nampak panjang dan indah, dia akan merasakan hari-harinya penuh nilai.
c. Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal itu karena seorang mukmin tahu dia akan senantiasa diuji dalam hidupnya. Dan ujian-ujian itu termasuk untuk menguji keimanan, maka akan tumbuh dalam dirinya kekuatan sabar, semangat, percaya kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, memohon perlindungan kepada-Nya, dan takut kepada-Nya. Potensi-potensi ini termasuk sarana utama untuk merealisasikan tujuan hidup yang mulia dan siap menghadapi ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ
"Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Nisaa': 104)
Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan.
2. Memiliki akhlak mulia yang mendorong untuk berbuat baik kepada sesama.
Manusia adalah makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan makhluk sebangsanya. Dia tidak mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan orang lain dalam memenuhi seluruh kebutuhannya. Jika bersosialisasi dengan mereka merupakan satu keharusan, sedangkan manusia memiliki tabiat dan pemikiran yang bermacam-macam, maka pasti akan terjadi kesalahpahaman dan kesalahan yang membuatnya sedih. Jika tidak disikapi dengan sikap bijak maka interaksinya dengan manusia akan menjadi sebab kesengsaraan dan membawa kesedihan dan kesusahan. Karena itulah, Islam memberikan perhatian besar terhadap akhlak dan pembinaannya. Hal ini dapat kita saksikan dalam beberapa ayat dan hadits berikut ini:
a. Firman Allah dalam menyifati Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam,
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al Qalam: 4)
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (QS. Ali Imran: 159)
b. Perintah Allah kepada kaum mukminin agar tolong menolong dalam kebaikan,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah: 2)
c. Perintah Allah agar membalas keburukan orang dengan kebaikan,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar." (QSl Fushshilat: 34-35)
d. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia."
e. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan tidak bisa tidur." (Muttafaqun ‘Alaihi)
3. Memperbanyak dzikir dan merasa selalu disertai Allah.
Sesungguhnya keridlaan hamba tergantung pada dzat tempat bergantung. Dan Allah Dzat yang paling membuat hati hamba tentram dan dada menjadi lapang dengan mengingat-Nya. Karena kepadaNya seorang mukmin meminta bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan menghindarkan dari mara bahaya. Karena itulah, syariat mengajarkan beberapa dzikir yang mengikat antara seorang mukmin dengan Allah Ta'ala sesuai tempat dan waktu, yaitu ketika ada sesuatu yang diharapkan atau ada sesuatu yang menghawatirkannya. Dzikir-dzikir tadi mengikat seorang hamba dengan penciptanya sehingga dia akan mengembalikan semua akibat kepada yang mentakdirkannya.
Berikut ini beberapa nash yang menunjukkan hubungan dzikir dengan kebahagiaan seorang hamba.
a. Firman Allah Ta'ala:
الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Al Ra'du: 28)
b. Perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada seorang muslim ketika menikah.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
"Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabi'at yang dia bawa, dan aku berlindung dari keburukannya dan keburukan tabi'at yang dia bawa." (HR. Abu Daud no 2160, Ibnu Majah no1918 dan al Hakim).
c. Doa ketika terjadi angin ribut:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا وَشَرِّ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ
"Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan angin (ribut ini), kebaikan apa yang di dalamnya dan kebaikan tujuan angin dihembuskan. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan angin ini, kejahatan apa yang di dalamnya dan kejahatan tujuan angin dihembuskan." (Muttafaq 'Alaih)
d. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan untuk melakukan sebab (usaha), minta tolong kepada Allah, dan tidak sedih jika hasil yang diharapkan tidak terwujud. "Bersemangatlah mencari yang bermanfaat bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika engkau tertimpa musibah janganlah berkata: ‘Seandainya saya berbuat begini maka tentu tidak terjadi begitu.’ Namun katakanlah: ‘Allah telah menakdirkan musibah ini. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi’. Karena perkataan ‘Seandainya’ dapat membuka perbuatan syetan." (HR. Muslim)
"Bersemangatlah mencari yang bermanfaat bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. . . " al hadits

Senin, 07 Juni 2010

Sepuluh Wasiat untuk Istri



1.Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat

Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah. Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncang kerajaan. Oleh karena itu jangan engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah.
Wahai hamba Allah..! jagalah Allah maka Dia akan menjagamu beserta keluarga dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan menceraiberaikan keutuhannya.
Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata:Aku mohon ampun kepada Allah! itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku) Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:
-Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar.
-Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya dan sum’ah.
-Menjelekkan dan mengejek orang lain. Allah berfirman :”Wahai orang-orang yang briman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang menolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita yang mengolok-olokkan(QS. Al Hujurat: 11).
-Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram. Rasulullah bersabda: Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya (HR. Muslim).
-Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pambantu dan pendidik-pendidik yang kafir.
-Meniru wanita-wanita kafir. Rasulullah bersabda: Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka (HR. Imam Ahmad dan Abu Daud serta dishahihkan Al-Albany).
-Membiarkan suami dalam kemaksiatannya.
-Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur (membuka wajah).
-Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan yang mendesak.

2.Berupaya mengenal dan memahami suami

Hendaknya engkau berupaya memahami suamimu. Apa–apa yang ia sukai, berusahalah memenuhinya dan apa-apa yang ia benci, berupayalah untuk menjauhinya dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq (Allah Azza Wajalla).

3. Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik.

Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah bersabda: Seandainya aku boleh memerintahkanku seseorang sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya (HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albany).
Hak suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya. Rasulullah bersabda: Dua golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali (HR. Thabrani dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albany).
Ketahuilah, engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah dan taat kepada suamimu. Dengan ketaatanmu pada suami dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjdai sebaik-baik wanita (dengan izin Allah).

4.Bersikap qanaah (merasa cukup)
Kami meninginkan wanita muslimah ridha dengan apa yang diberikan untuknya baik itu sedikit ataupun banyak.
Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu. Renungkanlah wahai saudariku muslimah, adabnya wanita salaf radhiallahu ¡Æanhunna¡ÄSalah seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat kepadanya. Apakah itu??? Ia berkata pada suaminya:Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa bersabar dari api neraka

5. Baik dalam mengatur urusan rumah tangga,
seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya.
Termasuk pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.

6.Baik dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat-kerabatnya,
khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya.
Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.

7.Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.
Jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu, maka sertailah ia dalam duka cita dan kesedihannya. Renungkanlah wahai saudariku kedudukan Ummul Mukminin, Khadijah radhiallahu’anha, dalam hati Rasulullah walaupun ia telah meninggal dunia.. Kecintaan beliau kepada Khadijah tetap bersemi sepanjang hidup beliau, kenangan bersama Khadijah tidak terkikis oleh panjangnya masa. Bahkan terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Seorangpun tidak akan lupa perkataannya yang masyur sehingga menjadikan Rasulullah merasakan ketenangan setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali pertama: Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menanggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran.(HR. Mutafaq alaihi, Bukhary dan Muslim).

8.Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaannya.
Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat kau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu di hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hak-hakmu dengan membandingkan lautan keutamaan dan kebaikannya kepadamu.

9.Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).
Istri adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu kekhususannya. Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapapun, maka dari sisi istri lebih besar dan lebih jelek lagi. Saudariku, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’i seperti mengadukan perbuatan dzalim kepada Hakim atau Mufti atau orang yang engkau harapkan nasehatnya.

10.Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan.
Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada suaminya. Padahal Rasulullah telah melarang hal itu dalam sabdanya: Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya (HR. Bukhary dalam An-Nikah).
Untuk para istri yang berhasrat menjadi penyejuk hati dan mata suaminya. Semoga Allah memeliharamu dalam naungan kasih sayang dan rahmatNya. Amin.
Maraji': Rumah Tangga Tanpa Problema, Syaikh Mazin Bin Abdul Karim Al- Farih.

Sikap Pertengahan Umat Islam Antara Yahudi Dan Nashrani



Umat Islam adalah umat yang terbaik sekaligus umat yang paling mulia. Di antara sebabnya adalah sikap adil yang dimiliki umat Islam, yakni bersikap pertengahan di antara dua kelompok yang terlalu berlebih-lebihan dan terlalu meremehkan. Umat Nashrani bersikap berlebih-lebihan dalam beragama, sedangkan umat Yahudi terlalu meremehkan. Kedua-duanya telah keliru dalam memahami agama. Adapun umat Islam adalah umat yang adil, berada di tengah-tengah antara keduanya.
Dalam Perkara Tauhid
Dalam permasalahan tauhid kepada Allah dan terhadap sifat-sifat-Nya, umat Islam bersikap pertengahan antara Yahudi dan Nashrani. Umat Yahudi menyifati Allah Ta’ala dengan sifat kekurangan yang dimiliki makhluk sehingga mereka menyamakan Allah dengan makhluk. Mereka mengatakan bahwa Allah bakhil (kikir) dan fakir, memiliki sifat malas sehingga butuh istirahat, Allah menyerupai bentuk manusia, serta perkataan lain yang senada. Adapun umat Nashrani menyifati makhluk dengan sifat Al Kholiq (Yang Maha Pencipta). Mereka manyamakan makhluk dengan Allah Ta’ala. Mereka mengatakan bahwa Allah adalah al Masih bin Maryam, al Masih adalah Ibnullah (anak Allah), dia dapat mencipta, memberi rizki, mengampuni dosa, memberi rahmat, serta memberi pahala dan mengadzab.
Sikap umat Islam pertengahan di antara keduanya. Umat Islam mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Mereka menyifati Allah dengan sifat yang sempurna, dan menyucikannya dari seluruh sifat kekurangan, serta tidak menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk. Mereka meyakini bahwa tidak ada satupun yang menyerupai Allah baik dalam dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya.
Dalam Keimanan Terhadap Para Nabi
Dalam hal keimanan terhadap para Nabi, umat Islam bersikap pertengahan antara Yahudi dan Nashrani. Umat Yahudi membunuh nabi-nabi mereka, mencela mereka, serta berpaling dan sombong dengan tidak mau mengikuti ajaran mereka. Sedangkan umat Nashrani mereka bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap Nabi mereka. Mereka menjadikannya sebagai sesembahan selain Allah. Mereka menjadikan al Masih ‘alaihis salaam sebagai Tuhan.
Sikap umat Islam pertengahan di antara keduanya. Umat Islam mendudukkan nabi-nabi mereka sesuai dengan kedudukannya. Umat Islam senantiasa menolong nabi-nabi mereka, mengagungkan mereka, membenarkan mereka, mencintai mereka, mentaati mereka, serta mengimani bahwa mereka semua adalah hamba Allah sekaligus rasul yang memberi peringatan dan kabar gembira. Umat Islam tidak bersikap berlebih-lebihan sampai menyembah mereka dan menjadikan mereka sebagai sesembahan selain Allah karena para nabi tidaklah mengetahui yang ghaib, dan mereka juga sedikit pun tidak dapat memberikan manfaat dan mudhorot (bahaya).
Dalam Permasalahan Syariat
Dalam permasalahan syariat, umat Islam bersikap pertengahan antara Yahudi dan Nashrani. Umat Yahudi menolak rasul utusan Allah yang tidak membawa syariat Musa ‘alaihis salaam. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak boleh menghapus syariat Musa ‘alahis salaam, serta tidak boleh pula untuk menghilangkan dan menetapkan syariat yang Allah kehendaki. Adapun kamu Nashrani mereka membolehkan pendeta-pendeta mereka merubah agama Allah, menghalalkan perkara yang Allah haramkan dan mengharamkan perkara yang Allah halalkan.
Sikap umat Islam pertengahan di antara keduanya. Umat Islam meyakini bahwa segala penciptaan dan pengaturan hanyalah hak Allah. Allah menghilangkan dan menetapkan sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Penghapusan syariat bisa saja terjadi di masa hidupnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapaun setelah wafatnya beliau, maka tidak boleh seorang pun mengganti syariat Allah betapa pun tinngginya kedudukan dan besarnya kemampuan orang tersebut.
Dalam Perkara Halal Dan Haram
Dalam perkara halal dan haram, umat Islam bersikap pertengahan antara Yahudi dan Nashrani. Umat Yahudi banyak diharamkan dari hal-hal yang mubah. Sebagaimana Allah kisahkan dalam Al Quran,
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلاًّ لِّبَنِى إِسْرَاءِيلَ إِلاَّ مَاحَرَّمَ إِسْرَاءِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِن قَبْلِ أَن تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ … {93}
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan…”(QS. Ali Imron:93)
فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللهِ كَثِيرًا {160}
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah” (QS. An Nisaa’:160)
Sedangkan umat Nashrani mereka berlebih-lebihan dalam menghalalkan hal-hal yang diharamkan. Mereka menghalalkan hal-hal yang diharamkan dalam Taurat dan diharamkan oleh al Masih ‘alaihis salaam. Mereka menghalalkan hal-hal yang jelek dan semua hal yang haram seperti bangkai, darah, dan daging babi.
Sikap umat Islam pertengahan di antara keduanya. Mereka tidak berlebih-lebihan dalam perkara halal dan haram. Mereka menghalalkan hal-hal yang telah Allah halalkan bagi mereka dalam Al Quran atau sabda Nabi shalallhu ‘alaihi wa salaam. Mereka juga mengharamkan segala sesuatu hal yang jelek yang diharamkan bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman tentang kondisi umat Islam,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ اْلأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَاْلإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ … {157}
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk …” (QS. Al A’rof:157)
Dalam Urusan Ibadah
Dalam urusan ibadah, umat Islam bersikap pertengahan antara Yahudi dan Nashrani. Umat Yahudi berilmu tetapi tidak mau beramal. Merekalah golongan yang dimurkai. Mereka berpaling dari ibadah dan bersikap sombong dengan tidak mau taat kepada Allah. Mereka mengikuti hawa nafsu mereka dan menghamba kepada diri mereka sendiri shingga mereka bersikap berlebih-lebihan dalam menyikapi dunia daripada agama dan akhirat mereka. Sedangkan umat Nashrani tidak memiliki ilmu sehingga beribadah kepada Allah di atas kejahilan. Merekalah golongan yang sesat. Mereka beribadah berlandaskan bid’ah yang tanpa dasar.
Sikap umat Islam pertengahan di antara keduanya. Mereka berilmu sekaligus mengamalkannya. Mereka adalah golongan yang Allah beri nikmat. Mereka menyembah Allah semata dengan syariat-Nya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan kebid’ahan. Mereka juga tidak melupakan kebaikan untuk dunia mereka. Teladan mereka adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam.
Pembaca yang budiman, inilah keadilan akidah Islam. Bersikap pertengahan antara dua kolompok yang terlalu berlebih-lebihan dan terlalu meremehkan. Semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam sampai ajal menjemput kita. Wa shalallahu ‘alaa nabiyyina muhammaad.
[Disadur dengan sedikit perubahan redaksi dari kitab Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid, hal 43-48 karya Dr. ‘Abdul Qodir as Shufi, Penerbit Daar Adwaus Salaf, Cetakan pertama, 1428/2007]
Selesai ditulis di Kompleks Ma’had Jamilurrohman
Kamis menjelang subuh, 18 Rabi’ul Awwal 1431 H/ 4 Februari 2010
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M.A. Tuasikal

Kamis, 27 Mei 2010

Solusi Bagi Wanita Yang Tertindas Suami


By abu Alfiah

Pada hakikatnya, Islam tidak melepaskan kehidupan rumah tangga berjalan begitu saja tanpa arah petunjuk. Sehingga hawa nafsu menjadi penentu yang berkuasa. Tidak demikian adanya. Islam telah menggariskan hak, kewajiban, tugas dan tanggung-jawab antara suami dan istri sesuai dengan kodrat, kemampuan, mempertimbangkan tabiat dan aspek psikis. Hal tersebut ditetapkan di atas landasan yang adil lagi bijaksana. Allah Ta'ala berfirman:
             

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [al-Baqarah/2:228].

Jika pasangan suami istri mengerti dan memahami kewajiban masing-masing, niscaya biduk suatu rumah tangga kaum muslimin akan berjalan normal, semarak oleh suasana mawaddah dan rahmat. Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya. Begitu pula, istri juga menjalankan kewajiban-kewajibannya. Dengan ini, rumah tangga akan menuai kebahagiaan dan ketentraman. Rumah tangga benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
            ••   •      
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." [ar-Rûm/30:21].
Akan tetapi, kondisi ideal ini, terkadang terganggu oleh riak-riak yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat mawaddah dan rahmat antara suami-istri.
Suami berbalik membenci istrinya. Pada sebagian suami, tidak mampu bersabar sehingga tangan kuatnya diayunkan ke tubuh istri, dan menyebabkan istri mengerang kesakitan. Bekas-bekas penganiayaan pun terlihat jelas. Istrinya merasa tidak aman dan nyaman hidup dengan lelaki itu. Situasi kian memanas. Akibat emosi tak terkendali, kadang timbul aksi yang tidak diharapkan, semisal penganiayaan hingga pembunuhan, baik dari suami maupun istri. Nas`alullah as-salaamah.

Syaikh 'Abdur-Rahmaan as-Sudais menyampaikan fakta: "Ada sejumlah lelaki (suami) yang tidak dikenal kecuali hanya dengan bahasa perintah dan larangan, hardikan, sifat arogan, buruk pergaulan, tidak ringan tangan, susah bertoleransi, emosional dan sangat reaktif. Jika berbicara, perkataannya menunjukkan dirinya bukan orang yang beradab. Dan bila berbuat, perilakunya mencerminkan kecerobohan. Di dalam rumah, suka menghitung-hitung kebaikannya di hadapan istri. Bila keluar rumah, prasangka buruk kepada istri menggelayuti pikirannya. Bukan pribadi yang lembut dan tidak sayang. Istrinya hidup dalam kesulitan, bergulat dengan kesengsaraan dan terpaksa mengalami prahara"[1]


MENDATANGKAN DUA PENENGAH DARI MASING-MASING PIHAK

Dalam konteks ini, bila persoalan semakin meruncing, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengarahkan untuk menghadirkan dua penengah dari keluarga suami dan istri.
                  •     

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" [an-Nisaa`/4:35][2].

Tugas mereka berdua, mengerahkan segala upaya untuk mengetahui akar permasalahan yang menjadi sebba perseteruan antara suami istri dan menyingkirkannya, serta memperbaiki hubungan suami-istri yang sedang dilanda masalah. Dua penengah ini (hakamain) disyaratkan orang muslim, adil, dikenal istiqamah, keshalihan pribadi dan kematangan berpikir, dan bersepakat atas satu keputusan. Keputusan mereka berkisar pada perbaikan hubungan dan pemisahan antara mereka berdua. Berdasarkan pendapat jumhur ulama, keputusan dua penengah ini mempunyai kekuatan untuk mempertahankan hubungan atau memisahkan mereka.


TALAK BISA "MENJEMBATANI" KEBUNTUAN ANTARA SUAMI-ISTRI

Pada asalnya, talak bukanlah jalan keluar yang dianjurkan untuk menyelesaikan keretakan hubungan antara suami-istri, jika tidak ada faktor penting dan mendesak yang menjadi penyebabnya. Namun, ketika istri memperlihatkan tanda-tanda kebencian kepada suami, karena istri sering mengalami penindasan, misalnya secara fisik berupa pukulan yang menciderai, siksaan yang berat, kewajiban nafkah tak dipenuhi, terus-menerus dicaci, mendapatkan tuduhan yang bermacam-macam umpamanya, sehingga kehidupan rumah tangga tidak mendukung menjadi keluarga harmonis, maka dalam kondisi ini, talak bisa menjadi jalan keluar bagi mereka berdua.

Konsepsi kehidupan rumah tangga dalam Islam sendiri bersendikan "pergaulan yang baik, atau dilepaskan dengan cara baik pula". Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:

         
"Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik" [al-Baqarah/2:229].

Kalau suami ingin tetap hidup bersama istri, kewajibannya ialah mempergauli istrinya dengan sebaik-baiknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

    
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut". [an-Nisâ/4: 19]

Tindakan aniaya terhadap orang lain terlarang. Demikian juga perbuatan-perbuatan yang merugikan dan membahayakan orang lain. Apalagi kepada orang yang menjadi pendamping hidup dan bersifat lemah. Orang terbaik ialah orang yang berlaku baik kepada keluarganya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang bersikap baik kepada keluarganya. Dan aku adalah orang yang terbaik bagi keluargaku" [HR at-Tirmidzi dan Abu Dâwud].

Kedekatan antara suami dan istri sangat kuat. Dari seringnya interaksi antara keduanya, masing-masing dapat mudah terpengaruh oleh kondisi pasangannya. Pengaruh baik akan berdampak positif bagi pasangan. Begitu pula, keadaan-keadaan yang buruk pun akan mudah berpengaruh pada pasangannya.
Tatkala kesepahaman tidak bisa dipadukan, dan seluruh terapi tidak memberi pengaruh positif bagi perubahan ke arah yang baik, maka kehidupan berumah tangga dengan pasangan bisa menjadi beban berat untuk dipikul. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

          •  
"Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana" [an-Nisaa/4:130]


BILA SUAMI TIDAK INGIN MENCERAIKAN

Bila kehidupan rumah tangga sudah menjadi beban berat bagi istri sehingga dikhawatirkan tidak mampu lagi menjadi pendamping suami, baik karena perilaku maupun tindak kekerasan yang dilakukan suami atau lainnya, maka dalam keadaan seperti ini, Islam membolehkan wanita mengajukan gugatan cerai kepada suami dengan memberikan ganti rugi harta. Dalam syari’at Islam, gugatan cerai istri atas suaminya ini dinamakan al-khulu’.[3]

“Al-Hishnî rahimahullah” menjelaskan jenis ketiga dari keringanan dalam pernikahan dengan menyatakan: Di antaranya, ialah kemudahan pensyariatan talak (cerai) karena beban berat tinggal berumah tangga, dan demikian juga al-khulu’. Juga semua yang disyari’atkan hak pilih faskh (menggagalkan akad) karena kesabaran wanita atas keadaan tersebut merupakan beban berat (al-masyaqqah), karena syari’at tidak memberikan hak cerai kepada wanita.[4]

Sedangkan” Ibnu Qudamah rahimahullah”, ketika menjelaskan hikmah disyari’atkannya al-khulu’, ia menyatakan: "Al-khulu’ (disyari’atkan) untuk menghilangkan dharar (kerugian) yang menimpa wanita karena jeleknya pergaulan dan tinggal bersama orang yang tidak ia sukai dan benci".[5]

Lebih jelas lagi, yaitu pernyataan Ibnul-QayyimAl-Jauzie, bahwasanya Allah mensyari’atkan al-khulu’ untuk menghilangkan mafsadat yang berat, menimpa pasangan suami istri dan membebaskan satu dari pasangannya [6]. Apabila suami menyetujuinya, maka rusaklah akad pernikahan keduanya (faskh) dan sang wanita menunggu sekali haidh agar dapat menerima pinangan orang lain.

Namun, apabila suami tidak menerima al-khulu’ (gugatan cerai) istrinya tersebut, maka sang istri dapat mengajukan gugatan cerai kepada pemerintah atau lembaga yang ditunjuk pemerintah menangani permasalahan tersebut agar mendapatkan keridhaan suami untuk menerima gugatan cerai tersebut. Sebab, terjadinya al-khulu’, tetap dengan keridhaan suami. Demikianlah pendapat mayoritas ulama bahwasanya al-khulu’ tidak sah kecuali dengan keridhaan suami.[7]

Oleh karena itu, “Ibnu Hazm rahimahullah” berkata: "Maka wanita diperbolehkan mengajukan gugatan cerai (al-khulu’) dari suami dan menceraikannya bila suami meridhainya".[8]

Demikian, cukup jelas solusi yang diberikan Islam dalam menangani masalah KDRT. Keuntungan dunia dan akhirat akan bisa digapai bila menta’atinya. Mudah-mudahan, Allah Subhanahu wa Ta'ala membukakan hati kita untuk menerapkan seluruh syari'at-Nya dalam semua aspek kehidupan kita sehari-hari. Wallahu a'lam.

Maraji`:
1. Dhamanâtu Huqûqi al-Mar`ati az-Zaujiyyah, Dr. Muhammad Ya`qub Muhammad ad-Dahlawi, Penerbit Jâmi'ah Islâmiyyah Madînah, Cetakan I, Tahun 1424 H.
2. Kaukabatul- Khutabil-Munîfati min Mimbaril-Ka'batil-Musyarrafah, kumpulan khutbah Dr. 'Abdur-Rahmân as-Sudais, halaman 427-478. Lihat makalah berjudul Abghadhul Halâl, an-Nidâ`ul Hâni ila an-Nishfits-Tsâni, az-Zawâju Hashânatun wab Tihâj, Washâya wa Taujiihâtun ilâ al-Azwâj waz-Zaujât.
3. Shahîh Fiqhis Sunnah, Abu Mâlik Kamâl bin Sayyid Salim, Penerbit Maktabah at-Tauqifiyyah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Washâya wa Taujiihâtun ilâ al-Azwâj waz-Zaujât
[2]. Adh-Dhamânât, 156-160.
[3]. Lihat artikei almanhaj http://www.almanhaj.or.id/content/2382/slash/0
[4]. Dinukil dari kitab Dhamânât Huqûq al-Mar`ah al-Zaujiyyah, Muhammad Ya’qub ad-Dahlawi, hlm. 149.
[5]. Al-Mughni, 10/269. Dinukil dari Dhamânât, hlm. 149.
[6]. I’lâm al-Muwaqqi’în, 4/110.
[7]. Shahîh Fiqhis-Sunnah, 3/357.
[8]. Al-Muhalla, 1/235.
Redaksi Majalah As-Sunnah

Sosok Pembaharu Bukanlah Pengacau Agama Politikus atau Pemberontak

penulis Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari
Syariah Hadits 24 - Maret - 2006 20:26:38
Sulaiman ibnul Asy’ats As-Sijistani yg lbh dikenal dgn kunyah Abu Dawud rahimahullahu berkata: Sulaiman bin Dawud Al-Mahri telah menyampaikan kepadaku ia berkata: Ibnu Wahb telah menyampaikan kepadaku ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Abi Ayyub dari Syarahil bin Yazid Al-Ma’afiri dari Abu ‘Alqamah dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau pernah bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْعَثُ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِئَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا
“Sesungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus bagi umat ini di penghujung tiap seratus tahun seseorang yg mentajdid agama umat ini.”
Hadits ini Diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud As-Sijistani rahimahullahu dlm Sunan- no. 4291. Dikeluarkan pula oleh Al-Imam Abu ‘Amr Ad-Dani dlm As-Sunan Al-Waridah fil Fitan no. 364 Al-Imam Al-Hakim dlm Mustadrak- 4/522 dan selain mereka seperti Al-Imam Al-Baihaqi Al-Khathib dan Al-Harawi.
Asy-Syaikh Al-’Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menshahihkan hadits ini dlm Shahih Abi Dawud Ash-Shahihah no. 599 dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1874. Beliau berkata: “Sanad hadits ini shahih para perawi tsiqah merupakan perawi yg diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu .”
Beliau juga mengatakan: “: Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengisyaratkan shahih hadits ini. Adz-Dzahabi menyebutkan dlm Siyar A’lam An-Nubala` : “Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu dari beberapa jalan periwayatan dari beliau: Sesungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatangkan bagi manusia di penghujung tiap seratus tahun seseorang yg mengajari mereka sunnah-sunnah dan meniadakan/ menolak kedustaan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata lagi: “Maka kami pun melihat orang yg demikian sifat ternyata pada akhir seratus tahun orang itu adl Amirul Mukminin ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu dan pada akhir seratus tahun berikut orang itu adl Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu.”
Makna Hadits
Yang dimaksud dgn umat dlm sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg mulia:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْعَثُ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ
“Sesungguh Allah ‘Azza wa Jalla mengutus bagi umat ini”
kata Al-Qari adl ummat ijabah namun memungkinkan juga dimasukkan ummat dakwah . Kata Al-Munawi rahimahullahu yg dimaukan dlm hadits ini adl ummat ijabah dgn dalil disandarkan kata ad-din kepada mereka dlm ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Adapun maksud dari ucapan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِئَةِ سَنَةٍ
“di penghujung tiap seratus tahun” adl akhir dari seratus tahun atau awal ketika sedikit ilmu dan sunnah di tengah umat sebalik kejahilan menyebar dan banyak kebid’ahan. Namun yg tepat yg dimaukan dlm hadits ini adl akhir dari seratus tahun bukan awalnya. Dengan bukti dari Al-Imam Az-Zuhri dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal serta selain kedua dari kalangan para imam yg terdahulu maupun yg belakangan rahimahumullah. Mereka sepakat bahwa mujaddid yg muncul pada akhir seratus tahun yg pe rtama1 adl Amirul Mukminin ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu. Dan seratus tahun yg kedua2 adl Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu. Sementara ‘Umar bin Abdil ‘Aziz wafat pada tahun 101 H dlm usia 40 tahun dan masa kekhilafahan beliau 25 tahun. Sedang Al-Imam Asy-Syafi’i wafat pada tahun 204 H dlm usia 54 tahun.
Al-’Allamah Al-Muhaddits Al-Munawi rahimahullahu berkata: “Dimungkinkan perhitungan seratus tahun itu dari kelahiran Nabi bi’tsah hijrah beliau ke Madinah atau wafat beliau. Bila ada yg mengatakan bahwa yg kedua lbh dekat/tepat mk pendapat itu tdk jauh dari kebenaran. Akan tetapi As-Subki dan lain secara jelas menyatakan bahwa yg dimaukan adl yg ketiga .
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا
“Seseorang yg mentajdid agama umat ini” yakni orang itu menerangkan tentang As-Sunnah sehingga jelas mana yg bid’ah. Ia menyebarkan ilmu menolong ahlul ilmi mematahkan dan merendahkan ahlul bid’ah.
Jumlah mujaddid yg Allah Subhanahu wa Ta’ala tampilkan dlm tiap kurun bisa jadi hanya satu namun bisa pula berbilang. Mujaddid tersebut harus merupakan seorang alim yg mengetahui ilmu agama secara dzahir maupun batin. Demikian faidah yg diambil dari ucapan Al-Munawi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu berkata: “Pemahaman yg menyatakan bahwa jumlah mujaddid di tiap kurun itu bisa berbilang lbh dari satu memiliki sisi kebenaran. Karena terkumpul sifat-sifat yg dibutuhkan utk men-tajdid perkara agama ini tdk dapat dibatasi pada satu jenis kebaikan saja. Dan tdk mesti seluruh perangai kebaikan dapat terkumpul pada satu orang kecuali bila orang itu semacam ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu krn beliau bangkit menegakkan perkara agama ini pada akhir seratus tahun yg pertama dlm keadaan beliau mempunyai seluruh sifat-sifat kebaikan dan terdepan dlm sifat-sifat tersebut. Karena itu Al-Imam Ahmad rahimahullahu memutlakkan bahwa ahlul ilmi membawa hadits tersebut atas ‘Umar bin Abdil ‘Aziz . Adapun setelah adl Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu. Walaupun Al-Imam Asy-Syafi’i memiliki sifat-sifat yg bagus namun beliau bukan orang yg menegakkan perkara jihad dan bukan orang yg memegang kekuasaan yg dapat memerintah/menghukumi dgn adil.3 Berdasarkan hal ini mk tiap alim yg memiliki salah satu sifat-sifat yg demikian di penghujung seratus tahun mk dialah mujaddid yg diinginkan baik jumlah berbilang atau hanya satu.”
Makna tajdid sendiri adl menghidupkan apa yg telah terkubur ataupun runtuh berupa pengamalan terhadap Al-Qur`an dan As-Sunnah. Ataupun menghidupkan hukum-hukum syariat yg telah runtuh dan bendera-bendera As-Sunnah yg telah hilang dan ilmu-ilmu agama yg dzahir maupun batin yg telah tersembunyi.4
Seorang mujaddid bukanlah seorang pengacau agama. Makna inilah yg dipahami kebanyakan orang bahwa mujaddid adl seseorang yg mengajarkan jalan baru dlm agama yg sebenar lbh pantas dikatakan pengacau agama. Seperti kesalahpahaman orang Indonesia yg menyatakan Nurcholish Madjid sebagai mujaddid ataupun Muhammad ‘Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani yg dianggap sebagai mujaddid. Bukan pula mujaddid adl seorang politikus sebagaimana anggapan sebagian orang bahwa mujaddid adl seorang politikus ulung seperti yg dikatakan orang terhadap Abul A’la Al-Maududi ataupun Dr. Taqiyuddin An-Nabhani pendiri Hizbut Tahrir. Demikian pula mujaddid bukanlah seorang pemberontak yg memberontak terhadap pemerintah dan negara seperti yg dikatakan orang terhadap Hasan Al-Banna Sayyid Quthb atau Sa’id Hawa. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa seorang mujaddid tidaklah membawa agama baru pemikiran baru atau jalan baru. Tetapi ia mengajak manusia utk kembali kepada agama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg murni setelah mereka melupakan agama Nabi mereka dan tenggelam dlm kebodohan kebid’ahan dan kesesatan.
Penjagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap Agama ini di antara dgn Menampilkan para Mujaddid
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah lama wafat namun agama beliau tetap terjaga sampai hari ini dan sampai nanti ketika datang hari kiamat. Al-Qur`an yg diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau tetap murni sebagaimana saat diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kali yg pertama. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan pemeliharaan sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ
“Sesungguh Kamilah yg menurunkan Adz-Dzikra dan Kami juga yg akan menjaganya.”
Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Tidaklah dipalingkan satu makna dari makna-makna Al-Qur`an kecuali Allah akan mendatangkan orang yg akan menerangkan al-haq yg nyata pada Al-Qur`an tersebut.”
Tidak hanya Al-Qur`an yg terjaga kemurnian namun juga Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg merupakan tafsir atau penjelasan dari Al-Qur`anul Karim. Para ulamalah yg dipilih Allah Subhanahu wa Ta’ala utk meneruskan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seluruh alam krn mereka adl pewaris ilmu para Nabi. Dengan keberadaan mereka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga agama-Nya.
Demikianlah setelah diutus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Allah Subhanahu wa Ta’ala tdk membiarkan umat ini terus tenggelam dlm kebodohan lupa akan petunjuk dan bimbingan agamanya. Di tengah umat ini selalu ada orang2 yg Allah munculkan utk mengadakan perbaikan ketika manusia membuat kerusakan. Di tengah mereka mesti ada Ath-Tha`ifah Al-Manshurah Al-Firqatun Najiyah. Dan di tiap penghujung seratus tahun atau satu abad dari perjalanan waktu di tengah mereka mesti akan tampil seorang atau lbh ulama mujaddid yg akan mengajak mereka utk kembali kepada ajaran agama Islam yg murni seperti yg dibawa Nabi umat ini Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana kemunculan dipastikan dlm hadits yg telah kita bawakan di atas.
Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu Sosok Pembaharu
Salah seorang sosok mujaddid yg Allah Subhanahu wa Ta’ala munculkan di abad ke-12 Hijriyyah atau bertepatan dgn abad ke-19 Masehi adl Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin ‘Ali At-Tamimi Al-Hanbali rahimahullahu yg bertempat di negeri Najd Saudi Arabia. Beliau lahir pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H. Banyak karya tulis yg berbicara tentang beliau yg disifati sebagai seorang peng-ishlah yg agung seorang mujaddid Islam seorang yg berada di atas petunjuk dan cahaya dari Rabb dan banyak lagi kebaikan-kebaikan yg sulit utk dihitung.
Syaikh Mujaddid ini disifati demikian tdk lain krn beliau seorang alim salafi dari sisi aqidah dan manhaj hingga pantas disifati dgn sifat-sifat kesempurnaan dan disebut dgn sebutan yg merupakan perangai kebaikan dan amal kebajikan. . Barakah dakwah beliau terus dirasakan oleh umat Islam sampai hari ini walaupun beliau telah wafat 221 tahun yg lalu . Tidak sebatas di negeri tetapi juga sampai ke seluruh negeri yg ada di berbagai belahan bumi ini termasuk pula negeri kita Indonesia. Kitab-kitab karya beliau tersebar ke segala penjuru negeri dibaca dipelajari dan dijadikan rujukan oleh para penuntut ilmu seperti kitab Al-Ushuluts Tsalatsah Kasyfusy Syubuhat Kitabut Tauhid Masa`ilul Jahiliyyah dan masih banyak lagi.
Para ulama setelah beliau banyak yg mensyarah karya-karya beliau menjadi satu atau beberapa kitab yg tebal. Satu hasil nyata dari dakwah beliau adl berdiri kerajaan tauhid Saudi Arabia dan tetap tegak sampai hari ini sebagai satu-satu negara yg mengibarkan bendera tauhid dan menyatakan perang terhadap kesyirikan. Walillahil hamdu .
Pada awal dakwah Syaikh yg mulia ini melihat kebodohan tersebar di seluruh negerinya. Beliau melihat manusia berbolak-balik menuju ke pelepah kurma dan kuburan utk memohon kepada penghuni kubur dan benda-benda mati dgn permintaan yg semesti tdk diminta kecuali kepada Pencipta langit dan bumi. Beliau melihat manusia meminta ampunan dan kesembuhan kepada penghuni kubur sebagaimana mereka juga dikuasai oleh ketakutan yg sangat terhadap para setan di mana hal itu membawa mereka utk berlindung kepada setan.
Saat berkeliling negeri utk menuntut ilmu beliau juga melihat umat Islam hidup dlm kejahiliyahan yg sama dgn umat di negerinya. Di samping itu beliau melihat Kitabullah tdk lagi menjadi rujukan dlm pengambilan hukum namun justru manusia berhukum dgn selain hukum Allah. Inilah fenomena yg mendorong Syaikh utk mengadakan perbaikan aqidah dan hukum sehingga hukum hanya milik Allah dan ibadah hanya ditujukan pada-Nya demikian pula mutaba’ah hanyalah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyerang kejahiliyahan dan berseru dgn lantang kepada manusia bahwa mereka tdk di atas agama Islam sedikitpun.
Beliau pun mengajak mereka utk kembali kepada Islam yg hakiki beribadah kepada Allah saja tdk menyekutukan-Nya dgn sesuatu pun dan agar ketaatan hanya ditujukan kepada Rasul-Nya. Beliau mengajak mereka agar beribadah kepada Allah dgn ajaran yg dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa mengadakan-adakan perkara baru dlm agama dan agar hukum yg diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul dijadikan sebagai pokok bukan sekedar pembungkus dlm pendapat-pendapat undangundang atau adat. Beliau membawa mushaf guna mengajak manusia agar kembali kepada merasa cukup dengan dan dgn As-Sunnah sebagai penjelas dan perinci apa yg global dlm Al-Qur`an.
Berawal dari sini bangkitlah orang2 yg mendukung kehidupan jahiliyyah. Mereka pun bereaksi dan berteriak bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab datang membawa agama baru dan menganut madzhab yg kelima. Namun Syaikh tetap berlalu dgn dakwah beliau tanpa mengindahkan apa yg mereka ucapkan dan sebarkan.
Banyak sumbangsih yg diberikan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu kepada kaum muslimin yg semesti disyukuri. Namun ada saja orang yg hasad kepada beliau atau orang yg dakwah berseberangan dgn dakwah yg beliau tegakkan. Mereka menyimpan kebencian kepada beliau bahkan menyebarkan ucapan-ucapan jelek dan tuduhan palsu tentang beliau dan dakwahnya. Sehingga tdk sedikit orang awam yg termakan ucapan mereka. Akibat beliau dibenci dan dicaci oleh mereka dan dakwah seperti yg beliau ajarkan dijauhi.
Ditempelkanlah gelar Wahabi kepada pengikut dakwah beliau seakan beliau dan pengikut dakwah beliau berjalan di atas selain jalan yg haq dan membentuk madzhab yg kelima dlm Islam. Padahal dakwah beliau adl dakwah kepada tauhid yg murni memperingatkan dari kesyirikan dgn seluruh jenis seperti bergantung kepada orang2 mati dan yg lain baik berupa pepohonan bebatuan dan semisalnya.
Dalam masalah aqidah beliau rahimahullahu berada di atas madzhab As-Salafus Shalih dlm fiqih beliau berpegang dgn madzhab Al-Imam Ahmad rahimahullahu sebagaimana ditunjukkan dlm kitab-kitab karya beliau fatwa-fatwa beliau dan kitab-kitab karya pengikut beliau dari kalangan anak dan cucu-cucu serta selain mereka.
Dengan demikian Wahabiyyah bukanlah madzhab kelima seperti anggapan orang2 bodoh dan orang2 yg benci. Dia hanyalah dakwah kepada aqidah salafiyyah dan memperbaharui apa yg telah roboh dari bendera-bendera Islam dan tauhid di jazirah Arab.
Aqidah dan Keyakinan Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu
Tuduhan orang2 yg benci ataupun orang2 bodoh bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu membawa agama baru dan menyimpang dari ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tdk terbukti. Bahkan bukti yg ada menunjukkan bahwa beliau di atas al-haq dan dakwah yg beliau sampaikan adl dakwah yg haq mencocoki ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berikut ini kita bawakan aqidah yg beliau yakini guna menepis tuduhan dan membuang keraguan dari orang2 yg ragu.
Ketika penduduk Qashim menanyakan tentang aqidah beliau beliau menyatakan bahwa aqidah yg beliau yakini adl aqidah Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan hal ini beliau amalkan dan jalankan selama hidup beliau. Aqidah tersebut berupa:
1. Iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kitab-kitab-Nya rasul-rasul-Nya kebangkitan setelah mati dan iman terhadap takdir yg baik maupun yg buruk.
2. Termasuk iman kepada Allah adl mengimani sifat-Nya yg yg disebutkan-Nya dlm kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa tahrif dan tanpa ta’thil tanpa takyif dan tamtsil .
3. Al-Qur`an adl Kalamullah yg diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan makhluk. Al-Qur`an berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan kembali kepada-Nya.
4. Mengimani seluruh yg dikabarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa hal-hal yg terjadi setelah kematian fitnah dan ni’mat kubur dikembalikan ruh kepada jasad pada hari kiamat ada mizan dibagikan catatan amal para hamba ada telaga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg air lbh putih dari susu rasa lbh manis daripada madu dan bejana sejumlah bintang-bintang di langit siapa yg meminum ia tdk akan haus selama-lamanya. Termasuk pula mengimani ada shirath yg dibentangkan di atas dua tepi Jahannam yg akan dilewati manusia sesuai kadar amal mereka. Mengimani ada syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada surga dan neraka yg telah diciptakan dan sekarang telah ada. Dan mengimani bahwa kaum mukminin akan melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dgn mata kepala mereka pada hari kiamat.
5. Mengimani bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adl penutup para nabi dan rasul.
6. Meyakini bahwa shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg paling afdhal adl Abu Bakr kemudian ‘Umar dan ‘Utsman yg berikut kemudian ‘Ali. Setelah adl enam shahabat yg tersisa dari 10 shahabat yg dijanjikan masuk surga 5 lalu para shahabat yg mengikuti perang Badar berikut para shahabat yg berbai’at di bawah pohon .
7. Beliau berloyalitas kepada para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebut mereka dgn kebaikan ridha kepada mereka memohonkan ampunan utk mereka menahan diri dari menyebut kesalahan mereka dan diam dari perselisihan yg pernah terjadi di antara mereka.
8. Sebagaimana beliau pun ridha kepada Ummahatul Mukminin radhiyallahu ‘anhunna.
9. Menetapkan ada karamah wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
10. Tidak mempersaksikan seseorang dari kaum muslimin dgn pernyataan ‘Fulan penduduk surga’ atau ‘Fulan ahlun nar ’ kecuali yg telah dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penduduk surga atau penduduk neraka.
11. Tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin krn dosa yg diperbuat dan tdk pula mengeluarkan dari lingkaran Islam.
12. Beliau memandang jihad tetap berlangsung bersama tiap imam/pemimpin yg baik ataupun yg fajir/jahat.
13. Boleh shalat berjamaah di belakang pemimpin yg jahat.
14. Wajib mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin yg baik ataupun yg fajir selama mereka tdk memerintahkan utk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
15. Siapa yg memegang khilafah manusia berkumpul dan ridha pada atau ia menguasai mereka dgn pedang hingga menjadi khalifah mk ia wajib ditaati dan haram memberontak padanya.
16. Beliau berpandangan harus memboikot ahlul bid’ah dan memisahkan diri dari mereka sampai mau bertaubat. Kita menghukumi mereka secara dzahir adapun batin mereka diserahkan urusan kepada Allah.
17. Meyakini bahwa tiap perkara yg diada-adakan dlm agama ini merupakan bid’ah.
18. Iman adl ucapan dgn lisan amalan dgn anggota badan dan pembenaran dgn hati bisa bertambah dgn ketaatan dan berkurang dgn maksiat.
19. Beliau memandang wajib amar ma’ruf nahi mungkar sesuai bimbingan syariat. (Lihat Qathul Janiyil Mustathab Syarhu ‘Aqidah Al-Mujaddid Muhammad bin Abdil Wahhab)
Demikianlah aqidah yg dianut oleh Syaikh Mujaddid tersebut yg secara jelas menggambarkan beliau adl seorang sunni salafi yg berjalan di atas jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam para shahabat tabi’in atba’ut tabi’in yakni jalan As-Salafush Shalih. Semesti tdk ada lagi keraguan akan kebenaran dakwah beliau setelah ada penjelasan ini. Dan silahkan gigit jari orang2 yg benci dan hasad kepada beliau dan kepada dakwah tauhid yg haq ini.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
1 Abad pertama Hijriyyah
2 Abad kedua Hijriyyah
3 Sebagaimana semua itu ada pada diri Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu
4 ‘Aunul Ma`bud pada kitab Al-Malahim bab Ma Yudzkaru fi Qarnil Mi`ah dan mukaddimah Faidhul Qadir 1/10.
3 Sebagaimana semua itu ada pada diri Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu
4 ‘Aunul Ma`bud pada kitab Al-Malahim bab Ma Yudzkaru fi Qarnil Mi`ah dan mukaddimah Faidhul Qadir 1/10.
Sumber: www.asysyariah.com